By Dedi Mustofa on Mar 08, 2015 09:59 am PASBERITA.com - Anggota Komisi II DPR RI, Saduddin mengatakan seseorang yang statusnya sebagai PNS apabila mengajukan diri sebagai calon Kepala Daerah (Kada) atau calon Wakil Kepala Daerah (Wakada) maka diharuskan mundur dari PNS. "Berdasarkan peraturan perundang-undangan terbaru, PNS mencalonkan diri dalam Pilkada harus mundur, bukan nonaktif," ujar Saduddin melalui siaran persnya, Minggu (8/3/2015). Saduddin menjelaskan, ketentuan tersebut diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Pasal 7 huruf (t) yakni, "Mengundurkan diri sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pegawai Negeri Sipil sejak mendaftarkan diri sebagai calon". Bahkan, lanjut anggota Panja revisi UU Pilkada ini, ketentuan ini juga termuat Pasal 119 dan Pasal 123 ayat (3), UU No. 05 tahun 2015 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mengatur keharusan PNS wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis dari PNS sejak mendaftar sebagai calon. "Jadi, keharusan mengundurkan diri bagi PNS termuat tidak hanya dalam revisi UU Pilkada, tetapi juga terdapat dalam UU ASN. Dan tidak hanya PNS saja yang mundur, namun anggota TNI atau Polri yang ingin bertarung di Pilkada juga harus rela menanggalkan jabatannya dari instansi mereka," katanya. Untuk itu, Saduddin mengingatkan bahwa MK pernah menolak mengenai permohonan pengujian konstitusionalitas frasa "pegawai negeri sipil" yang tercantum dalam Pasal 12 huruf k dan Pasal 68 ayat (2) huruf h UU No.08 tahun 2012 tentang Pemilu melalui putusan No. 12/PUU-XI/2013 jo No. 45/PUU-VIII/2010. Dalam pertimbangan keputusan itu, disebutkan
"Dari perspektif kewajiban, keharusan mengundurkan diri sebagai PNS tersebut tidak harus diartikan pembatasan HAM karena tidak ada HAM yang dikurangi dalam konteks ini, melainkan sebagai konsekuensi yuridis atas pilihannya sendiri untuk masuk ke arena pemilihan jabatan politik, sehingga wajib mengundurkan diri dari PNS guna mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang birokrasi pemerintahan," paparnya. Menurut Saduddin, harus dibedakan antara pejabat negara yang dipilih langsung oleh rakyat dan diangkat langsung tanpa pemilihan. Terkait pencalonan untuk maju sebagai calon gubernur, bupati, walilkota, calon anggota DPR, DPRD harus mengundurkan diri karena sifatnya yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Sedangkan, untuk jabatan seperti hakim MK, komisioner Komisi Yudisial (KY) maupun Komisi Pemberantasan Korupsi, tambah Saduddin, tidak diperlukan pengunduran diri karena tidak dipilih langsung oleh rakyat. Namun demikian, ketika menduduki jabatan MK, KY maupun KPK, harus diberhentikan sementara dari jabatan PNS-nya.(*)
Read in browser » By Arif A on Mar 08, 2015 07:25 am PASBERITA.com - Dua pendaki yang hilang di Gunung Pico de Orizabad, Meksiko, 55 tahun lalu, berhasil ditemukan. Namun, mereka didapati sudah dalam keadaan meninggal dunia. Jenazah kedua pendaki tersebut ditemukan oleh 12 pendaki lokal saat mencapai puncak gunung. Jenazahnya pun tidak dalam keadaan baik. Kisah tiga pendaki lokal Gunung Pico de Orizabad yang hilang memang terkenal di kalangan pencinta alam Meksiko. Banyak dari mereka yang percaya bahwa penemuan jenazah itu merupakan pengungkapan dari tiga pendaki yang hilang 55 tahun lalu. Wali Kota Chalchicomula de Sesma, Juan Navarro, melaporkan saat itu 12 pendaki lokal yang berhasil mencapai puncak Gunung Pico de Orizabad menemukan satu jenazah yang terlihat beku dan seperti mumi. Kemudian, 300 meter dari lokasi pertama, ditemukan lagi jenazah dengan kondisi serupa. "Potongan pakaian dari kedua jenazah tersebut mungkin dapat membantu identifikasi. Namun, prosesnya belum dapat dilakukan sampai kedua jenazah tersebut dievakuasi dari puncak gunung," ujar Navarro, seperti dikutip okezone dari Daily Mail, Sabtu (7/3). Para pendaki lokal yang melihat penemuan mengerikan itu memang belum bisa mengevakuasinya. Hal tersebut dikarenakan tebalnya salju di puncak Gunung Pico de Orizabad. (*)
Read in browser » By Dedi Mustofa on Mar 07, 2015 09:54 pm PASBERITA.com - Ini jaman dimana media melonjak perannya bertumbuk dengan kepentingan publikasi yang kadang sifatnya maya dan sementara. Keduanya melayani dahaga benak publik akan sesuatu yang hiper-realita. Lalu bersamaan dengan peran mainstream media yang dulu menjadi referensi utama, sekarang diambil sebagian besar perannya oleh publik sendiri. Anda bisa punya uang Trilyunan untuk mengguyur TV dan merebut sorot kamera. Tapi Anda tak mudah membayar netizen yang 'ngoceh semau mereka. Semua punya media di ujung jemarinya.
Dulu yang disebut citizen journalist memerlukan media utama untuk menyiarkan berita. Sekarang netizen menemukan caranya sendiri melalui media sosial, menulis di blog bahkan membuat media-media komunitas yang tajam & jadi acuan orang banyak. Tapi ciri media yang arusnya makin horisontal ini adalah usia eksposur isu atau beritanya yang sangat pendek. Cepat heboh, cepat sirna. Cepat matang, cepat busuk lalu dilupakan. Sebuah kreativitas harus sangat outstanding untuk bisa terlihat sebelum menghilang tak lama kemudian. Trending topics bertahan paling lama hingga 3 – 4 hari, seperti #salamgigitjari lalu.
"Bekasi di planet lain" bertahan sepekan, lalu hilang dilupakan. Ketika ada sebuah operator telko sebulan kemudian menggunakan isu itu untuk menarik perhatian, sudah sangat terlambat. Momentum sudah lewat. Bahkan ia dibully dan harus minta maaf. "Di situ kadang saya merasa sedih" juga sama, menanjak cepat lalu hilang. Siklus popularitas sangat pendek. Berita dan tren apapun saat ini menjalar cepat tapi tak didalami. Bahkan karena netizen sekarang malas baca, yang mereka lakukan adalah 'scanning' tak jarang cuma baca judulnya. Lebih jauh lagi : membaca #trendingtopics sudah dianggap cukup untuk mengetahui apa yang sedang dibicarakan dunia.
Sebagai produsen atau awak media yang mengawal popularitas personal, produk atau jasa, speed to produce sebuah konten sekarang mutlak. Karena real-time content menjadi tuntutan ditambah sentuhan kreativitas yang menarik perhatian. Seorang content director harus melotot mengamati layar monitor untuk melihat tren apa yang terjadi lalu berdikusi dengan ideas/ creative director untuk memunculkan ide relevan. Sayangnya, banyak praktisi media menggunakan pendekatan yang sama dengan jaman sebelumnya : tidak tajam melihat gejala dan terlambat menelorkan isu untuk dinikmati publik.(*)
Sumber: endykurniawan.com
Read in browser » By Dedi Mustofa on Mar 07, 2015 08:58 pm PASBERITA.com - Seharusnya Gubernur DKI, Basuki Purnama alias Ahok, tidak mengirimkan dokumen APBD 2015 versinya ke Kemendagri jika menemukan kejanggalan-kejanggalan dalam APBD yang dibahas bersama dengan DPRD.
"Seharusnya dia tidak teruskan ke Mendagri, tapi kembalikan ke DPRD dulu. Bilang ke DPRD bahwa 'saya temukan anggaran tak wajar mari kita bahas kembali'," kata pakar kebijakan publik, Ichsanuddin Noorsy, dalam diskusi kisruh APBD DKI "Deadlock Ahok" yang disiarkan Sindo Trijaya FM, seperti dilansir rmol.co, Sabtu (7/3).
Menurut dia, cara dialog itu lebih bijaksana. Kalau cara itu dipakai, maka akan ketahuan siapa yang "bermain kotor" dan siapa yang berniat baik.
"Kalau sekarang, di satu sisi ia berhadapan dengan DPRD karena dia tuding dana siluman. Di sisi lain berhadapan dengan SPKD bawahannya sendiri," ujar Noorsy.
Menurut Noorsy, dari polemik berkepenjangan ini, terlihat bahwa Ahok tidak gunakan sumber dayanya dengan efektif, tak gunakan kultur baik yang bisa digunakan dalam jabatan dia.
"Dia tidak memberikan teladan dalam kepemimpinannya," tegas Noorsy lagi.
Menurutnya, bagaimana menemukan celah korupsi dan pihak yang bermain dalam persoalan APBD adalah dengan audit manajemen oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Siapa lakukan ini? SKPD saja atau ada kerjasama SKPD dengan DPRD hingga muncul Rp 12,1 triliun? Yang audit harus BPK dengan pengawas independen," ujarnya.
Bahkan, Noorsy menyebut Ahok memainkan zero-sum game negatif yang tidak menunjukkan keteladanan dengan cara menuduh-nuduh pihak DPRD tanpa pembuktian hukum terlebih dulu.
"Kalau Ahok merasa benar, bawa mereka berdua (anggota DPRD M. Sanusi dan Abraham Lunggana yang hadir dalam diskusi) ke KPK, jangan bawa-bawa kasus APBD 2014 karena itu akan melebar ke mana-mana. Itu akan melebar dan tidak menyelesaikan masalah," ujar Noorsy.
"Kalau mau buka kasus yang Rp 12,1 triliun, bawa mereka ke KPK," tegasnya lagi.(*)
Read in browser » By Dedi Mustofa on Mar 07, 2015 08:55 pm PASBERITA.com - Pemberian kewenangan yang lebih besar oleh Presiden Joko Widodo kepada Luhut Binsar Panjaitan terus menuai kritik. Salah satunya dari Ketua DPP Hanura yang juga pendiri Yayasan Jenggala (Relawan Jokowi-JK Pilpres 2014), Patrika S. Andi Paturusi.
Ia menilai, penambahan kewenangan terhadap Kepala Staf Kepresidenan, Luhut Panjaitan, melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 26 Tahun 2015, perlu dikoreksi. Koreksi perlu dilakukan agar presiden tidak dianggap melawan kehendak UU.
Menurut perempuan yang akrab disapa Anggie ini, jika merujuk pada UU 39/2008 Tentang Kementerian Negara maka keberadaan kantor kepresidenan dapat dianggap melawan kehendak UU. UU Kementerian tidak mengenal nomenklatur kantor kepresidenan melainkan sekretariat negara.
"Wewenangnya tidak perlu ditambah. Karena keberadaannya saja berpotensi melabrak Undang-undang. Undang-undang nomor 39 tentang Kementrian dilanggar dengan Perpres 26," kata Anggie seperti dilansir rmol.co, Sabtu (7/3/2015).
Menurutnya, salah satu isi Perpres adalah menugaskan Kepala Staf Kepresidenn mengendalikan dan mengkoordinasikan program-program prioritas dan pemikiran strategis.
"Maka peran wakil presiden sudah diambil oleh pejabat yang diangkat presiden tetapi dengan melanggar undang-undang. Apakah Wapres hanya untuk tugas-tugas seremonial saja? Ini yang harus kita koreksi," katanya.
Padahal, pasal 4 ayat 2 UUD menyebutkan, presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden dalam melakukan kewajibannya. Sebab itu, jika presiden membutuhkan bantuan dalam melaksanakan tugas-tugasnya, maka Wapres-lah yang paling konstitusional menerima mandat.
"Jadi yang menjalankan tugas membantu presiden itu Wapres, bukan Luhut," tambah Anggie.(*)
Read in browser » Recent Articles:
| |
Posting Komentar