| | By Dedi Mustofa on Apr 01, 2015 12:02 pm PASBERITA.com - Pemimpin umum dakwatuna.com, Samin Barkah mengatakan situs dakwatuna.com tidak hanya diblokir pihak BNPT, namun juga diduga telah berusaha melakukan penutupan situs Dakwatuna dengan berkoordinasi dengan pihak domain service provider yang digunakan Dakwatuna. "Domain service provider memberikan peringatan agar dalam 10 hari domain Dakwatuna segera pindah di luar peregistrar mereka. Jika dalam waktu 10 hari tidak melakukan hal tersebut, maka domain akan disuspend (ditutup-red)," ujar Samin dalam siaran persnya, Rabu (1/4/2015). "Ini lebih dari pemblokiran, tapi juga penutupan, karena dari domain service provider ada tekanan untuk pindah dalam 10 hari atau domain akan disuspend/tutup oleh mereka," lanjutnya. Samin juga menjelaskan kedatangannya ke Kemkominfo hari ini (Rabu 1/4/2015) adalah untuk mengajukan keberatan atas laporan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang telah melaporkan ke Kemkominfo bahwa Dakwatuna masuk ke dalam situs yang mengajarkan radikalisme. "Dakwatuna belum pernah diajak bicara sebelumnya, padahal Dakwatuna justru menentang radikalisme. Kami ke Kominfo untuk mengutarakan keberatan atas dimasukkannya dakwatuna ke dalam daftar situs yang mengajarkan radikalisme ke kominfo untuk diblokir," katanya. Selain ke Kemkominfo, Samin mengungkapkan, tim redaksi Dakwatuna juga akan melakukan audiensi dengan Komisi I DPR RI untuk meminta DPR turut menyelesaikan permasalahan ini dengan memanggil BNPT dan Kemkominfo. "Ke Komisi I terkait pengaduan dan minta DPR memanggil BNPT dan Kominfo terkait kasus ini," pungkasnya.(*)
Read in browser » By Rie on Apr 01, 2015 11:59 am PASBERITA.com - Saya lahir, tumbuh, dan dibesarkan dalam tradisi Nahdhatul Ulama (NU) yang kuat. Kakek, ayah, paman, sepupu, semua adalah alumni pondok NU. Saya sendiri, sekalipun tak sempat mondok ala santri-santri NU yang tradisional itu, sempat mencicipi ma'had yang diasuh alumni pondok NU di Bogor selama lebih dari satu tahun.Sisanya jadi "santri kalong" yang hanya pulang dan pergi ke pesantren. Dari pihak istri, ayah mertua adalah orang yang ditokohkan di kampung sebagai tokoh agama, sementara ibu mertua aktif di Muslimat NU. Tiga kakak ipar saya aktif sebagai pengurus Fatayat NU di Brebes, Jawa Tengah. Saat ini keponakan pun masih mondok di Pesantren Benda, Bumiayu, Jawa Tengah. Istri saya sendiri adalah alumni madrasah NU.Oleh karena itu, tradisi NU seperti tahlilan, tawasul, ziarah, dan sebagainya kental di keluarga saya. Saya pernah berziarah ke makam Sunan Giri, Sunan Gresik, dan seterusnya, sekadar merenung dan menapaktilasi perjuangan mereka menyebarkan Islam di Nusantara yang tentu tak mudah sehingga kini Indonesia berpenduduk Muslim terbesar di dunia. Saya ingin mengikuti jejak tokoh besar NU, almarhum KH. Idham Khalid yang sangat luwes dan menghormati perbedaan. Syahdan saat memimpin shalat Shubuh di atas kapal dalam perjalanannya ke tanah suci, kyai yang memimpin NU selama 28 tahun itutak bacakan Qunut karena menghormati tokoh Muhammadiyah, Buya Hamka yang bermakmum di belakangnya. "Saya tak ingin" katanya arif saat ditanya, "memaksa mereka yang tak berqunut untuk berqunut". Pun demikian keesokan harinya saat Buya Hamka mengimami shalat Shubuh, penulis Kitab Tafsir al-Azhar itu membacakan qunut dengan fashih dan panjang karena menghormati KH.Idham Khalid yang bermakmum di belakangnya. Ketika di tanya mengapa ia membaca qunut, beliau menjawab: "Saya tak ingin memaksa mereka yang berqunut, untuk tidak berqunut". Jawaban dari kedua tokoh besar ini membuat jama'ah di atas kapal itu haru dan meneteskan airmata. Demikianlah sikap orang-orang besar hadapi perbedaan. Perbedaan semestinya menjadi rahmat, bukan menjadi masalah. Dalam perkembangannya, meski sebagai warga NU, saya banyak berkenalan dengan teman-teman dari pergerakan Islam. Saya ikuti majelis Jamaah Tabligh dalam agenda khuruj-nya di masjid-masjid dan mushalla. Mendengarkan dengan seksama pembacaan kitab Fadhailul amal (Fadhilah Amal) Karya Maulana Zakariyya al-Kandahlawy, sambil pundak saya dipijit sebelum makan siang bersama mereka. Saya akrab dengan teman di Muhammadiyah, menginap di rumah teman yang berpaham Salafy (wahabi), mengikuti pengajian Hizbut Tahrir, ikut gerakan Tarbiyah (Ikhwan), akrab dengan teman di Majelis Rasulullah, menjadi jamaah dalam dzikir bulanan ustadz Arifin Ilham, karib dengan teman di Front Pembela Islam (FPI), mengikuti pengajian habib Luthfie bin Yahya,diskusi dengan aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL), ngobrol-ngobrol dengan rekan keturunan Bahrain yang menganut Syiah, dan seterusnya. Dari pergaulan itu, di tengah kedhaifan dan kefaqiran ilmu ini, saya sedikit memahami bagaimana peta kelompok-kelompok Islam di Indonesia. Akhir tahun lalu, saya merasa beruntung bisa hadir sebagai pendengar dalam forum cendekiawan yang membahas radikalisme agama dan pemetaannya di Indonesia. Dalam forum diskusi terbatas itu, hadir cendekiawan Azyumardi Azra, Buya Syafii Maarif,Alwi Shihab, Hassan Wirajudha, Emil Salim, Paul Marshall, Jacob Tobing, dan sejumlah cendekiawan lintas agama lainnya. Dari diskusi itu saya memahami bagaimana beliau-beliau memetakan kelompok-kelompok radikal di Indonesia, mencerahkan. Bahwasanya semua memiliki kecintaan terhadap NKRI, Negarayang –semestinya—gemah ripah loh djinawi, tata tengtrem kerto rahardjo ini. Kita semua, cinta Indonesia, kita ingin negara ini aman, damai, makmur, sejahtera, dan seribu keutamaan lain yang barangkali tak mesti sama dengan utopianisme al-Farabi dalam Madinatul Fadhilah-nya. Hanya saja, para cendekiawan itu memetakan gerakan-gerakan Islam dari kejauhan. Akibatnya, karena melihat "dari satelit", differensiasi antar gerakan Islam kemudian menjadi bias. Batas-batas antar gerakan jadi tak nampak karena mereka melihatnya dari kejauhan. Bagaimana misalnya, terma wahabi kerap digebyah uyah untuk semua gerakan Islam trans-nasional, sekalipun antar mereka sebetulnya acap saling tahzir. Lakukan pemetaan secara benar Kesalahan akademik yang kerap terjadi dalam memetakan gerakan-gerakan Islam di Indonesia adalah keliru memakai kacamata dalam lakukan pendekatan. Dari sejumlah buku yang membedah tentang gerakan-gerakan Islam trans-nasional di Indonesia, misalnya, saya melihat beberapa kekeliruan. Pertama, Gerakan Islam dijadikan sebagai objek penelitian tetapi si peneliti cenderung jatuh pada distoris kognitif dimana ia sudah memliki pandangan awal terlebih dahulu terhadap objek yang akan ditelitinya. Hal ini kemudian memengaruhi penilaian-penilalian dia berikutnya. Distorsi kognitif ini utamanya mengandung stereotype negative sejak mula, sehingga konklusi yang dihasilkan menjadi bias karena semangat penelitian diawali dengan nafas curiga. Kedua¸ sebagaimana saya katakan di muka, tak jarang si peneliti menuliskan analisisnya dengan memandang gerakan Islam dari kejauhan. Hal ini menyebabkan batas antara gerakan-gerakan islam menjadi bias. Contoh paling naif adalah bagaimana pada 2012 silam, lembaga negara sempat memasukan gerakan HASMI (Harakah Sunniyah untuk Masyakat Islami) sebagai oranisasi teroris. Padahal, Hasmi, dikenal sebagai kelompok moderat di kalangan aktivis Muslim. Buku-buku yang dikaji HASMI juga direkomendasikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dengarkanlah radio Fajri FM milik Hasmi, anda tak akan menemukan satu pun pemikiran radilkal dari kelompok itu. Yang paling keras dari kajian Fiqh Hasmi di Fajri FM hanyalah mengatakan wanita hendaknya mengenakan cadar, tentu saja bukan karena ini mereka dianggap radikal. Setelah dilakukan klarifikasi menyusul derasnya pertanyaan, Negara kemudian mengatakan itu adalah Hasmi yang berbeda. HASMI yang dimasukan dalam gerakan teroris adalah "Harakah Sunniyah untuk Masyarakat Indonesia". Serta merta beirta itu kemudian senyap dan hilang dari media massa. Nampaknya BNPT dan Kepolisian perlu memahami gerakan-gerakan Islam dari dalam, agar paham bagaimana cara mereka berparadigma, jadikan mereka sebagai subjek agar dapat dipahami, bukan hanya sebagai objek peneilitian yang dilihat dari kejauhan. Ini yang nampaknya khilaf dilakukan oleh BNPT dan Densus 88. Situs Dakwatuna, Korban Gebyah Uyah Contoh berikutnya adalah dimasukannya dakwatuna sebagai situs yang menyebarkan faham radikalisme, sehingga dengan alasan itu BNPT meminta Kemenkominfo menutup situs tersebut (bukan sekadar memblokir). Ini jelas kelirunya. Tunjukkan pada saya satu link saja dari situs dakwatuna, mana yang mengindikasikan bahwa situs Islam paling popular itu menebarkan paham radikal, jika Anda tak temukan, segeralah minta maaf, rehabilitasi namanya, dan beriganti rugi karena penayangan iklan di situs tersebut terganggu akibat pemblokiran. Akhirnya pertanyaan kita jadi terfokus pada satu hal, "Apa sebetulnya makna radikal yang dipahami oleh BNPT?" Pertanyaan ini kemudian dijawab oleh juru bicara BNPT Irfan Idris dalam konferensi Pers di Gedung Kemenkominfo, Selasa (31/03) kemarin.Dalam konferensi persnya, Professor di UIN Alauddin Makassar itu mengatakan bahwa kriteria radikal menurut BNPT adalah "Pertama, ingin melakukan perubahan dengan cepat menggunakan kekerasan dengan mengatasnamakan agama, Kedua, mengkafirkan orang lain (takfiri).Ketiga, mendukung, menyebarkan, dan mengajak bergabung dengan ISIS. Terakhir, memaknai jihad secara terbatas. (sumber: Republika.co.id), Pertanyaan berikutnya adalah, apakah dakwatuna memenuhi satu saja dari empat kriteria tersebut? Apakah dakwatuna menginginkan perubahan secara cepat dengan menggunakan kekerasan? Atau apakah ia mengkafirkan kelompok yang berbeda dengannya? Atau mendukung ISIS? Atau memaknai jihad secara terbatas? Sejauh yang saya tahu, tidak ada satu pun dari empat kriteria itu yang sesuai dengan model pemberitaan di dakwatuna. Bukan sebab saya merupakan salah satu kontributor di media islam tersebut, jika dakwatuna benar-benar radikal dan ekstrem, saya setuju situs tersebut ditutup. Bagaimanapun terorisme harus kita perangi, tetapi serampangan menutup situs-situs berbau agama "hanya karena ketakutan berlebihan terhadap ideology kererasan", adalah kesalahan. Jangan sampai misalnya, penutupan dakwatuna disebabkan hanya karena situs tersebut sering mengkritik pemerintah sebagaimana disampaikan Irfan Idris dalam konferensi persnya. "Judulnya memang tolak ISIS, tapi belakangnya demokrasi buruk. Jokowi bla bla bla. Ini kan sama saja mendiskriminasi," demikian Irfan sebagaimana dimuat di laman Republika.co.id kemarin. Jika hanya karena anti terhadapjokowi, apakah ia memenuhi kriteria radikalisme ? jikatidak, maka ini kekeliruan, BNPT telah melampaui kewenangannya dengan masuk ke ranah politik. Lagi pula, kemerdekaan pers dilindungi oleh Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, jika pun dakwatuna misalnya, tidak memenuhi kriteria untuk disebut sebagai 'pers', kemerdekaan menyuarakan pendapat sesungguhnya dilindungi oleh Undang-Undang Dasar. Mengutip pandangan Mantan Ketua MK, Prof.Jimly Ash-Shiiddiqie Perubahan Kedua UUD 1945 pada tahun 2000, memberikan jaminan konstitusional secara tegas untuk mengemukakan pendapat sebagaimana dimuat dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan, "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat". Dengan demikian UUD 1945 secara langsung dan tegas memberikan jaminan kebebasan untuk berserikat atau berorganisasi (freedom of association), kebebasan berkumpul (freedom of assembly), dan kebebasan menyatakan pendapat (freedom of expression), tidak hanya bagi setiap warga negara Indonesia, tetapi juga bagi setiap orang yang artinya termasuk juga orang asing yang berada di Indonesia. (www.jimlyschool.com). Jika penutupan situs dakwatuna hanya karena anti terhadap Jokowi, maka selamat, kita telah kembali ke zaman orde baru dimana masyarakat yang mengkritik pemerintah akan dibredel penguasa. Sebagai lembaga Negara, permintaan penutupan situs sebagai media informasi yang dilindungi UU bahkan UUD mestilah mengacu kepada landasan legal formal. Pertanyaannya adalah, "landasan legal formal mana yang dilanggar oleh dakwatuna?" Jika, permintaan BNPT kepada Kominfo untuk menutup situs-situs itu adalah berdasarkan kepada UU Nomor 9 Tahun 2013 tentang "Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme", atau Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang "Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Menjadi Undang-Undang", Pasal mana yang dilanggar oleh dakwatuna? Bukankah dakwatuna patut tahu alasan pemblokirannya? Atau, jika alasan penutupan itu mengacu kepada Undang-Undang nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, mari bertanya pasal mana yang dilanggar oleh dakwatuna? Apakah pasal 28 ayat (1) dan (2)? Jika iya, kita patut bertanya berita mana di laman dakwatuna yang menyebarkan berita bohong, menyesatkan, atau merugikan konsumen (pasal 1)? Atau bagian mana dari laman dakwatuna yang menimbulkan kebencian dan permusuhan individu atau kelompok tertentu berdasarkan SARA (pasal 2)? Jika tidak ada satu pun pemberitaan di laman dakwatuna yang memenuhi kriteria pada pasal tersebut, maka situs dakwatuna bisa memidanakan BNPT dan Kemenkominfo ke pengadilan jika benar permintaan penutupan itu mengacu pada pasal 28 UU ITE.
Pemetaan Kelompok Islam di Indonesia Radikalisme dalam beragama, bisa kita bagi ke dalam dua aspek. Radikal dalam pemikiran, dan radikal dalam aksi. Tidak semua gerakan Islam yang radikal secara pemikiran otomatis radikal pula secara aksi. Hizbut Tahrir misalnya, ia radikal secara pemikiran, anti Pancasila dan NKRI. Pemerintah disebutnya sebagai thaghut dan sistem demokrasi kita dianggap sebagai sampah dan kubangan lumpur, tetapi secara aksi, doktrin Hizbut Tahrir sama sekali menghindari kekerasan. Adapula, gerakan yang mendukung Pancasila dan NKRI tapi mudah melakukan kekerasan ketika melawan kemaksiatan, ideologinya mendukung NKRI dan Pancasila, tetapi dalam aksi-aksinya kerap melakukan kekerasan atas nama agama. Gabungan dari keduanya, ada gerakan yang menentang NKRI sekaligus melakukan kekerasan, kelompok JI di Indonesia adalah salah satunya. Sebaliknya, ada gerakan Islam yang mendukung NKRI plus anti kekerasan. Fragmentasi gerakan-gerakan Islam ini perlu dipahami oleh Negara sehingga Negara tidak gebyah uyah dalam mengambil keputusan. Negara harus paham mengapa misalnya, Muhammad al-Khaththath, salah satu pendiri Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dikeluarkan dari Organisasi HTI 'alamy kemudian mendirikan Hizbud Dakwah Indonesia. Negara harus memahami mengapa Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) berpisah dari Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), mengapa lahir Lembaga Dakwah Kemuliaan Islam (LDKI) yang basis massanya beririsan dengan aktivis Gerakan Tarbiyah, mengapa sesama gerakan Salafy (Middle East oiented) saling men-tahzir satu dengan yang lain, dan seterusnya. Epilog Yang perlu dipahami adalah, Negara tidak boleh memandang rakyatnya sendiri sebagai musuh. Bagaimanapun "kelompok yang keras-keras itu adalah bagian tak terpisahkan sebagai warga Negara , sebagai bagian dari civil society, sebagai bagian dari keanekaragaman masyarakat kita. Bukankah kita sering mengatakan alangkah indahnya menerima perbedaan secara bijak? Mengapa kalangan yang acapkali mengampanyekan "mari rayakan perbedaan" kerap tak bijak menerima kelompok yang berbeda dengan mereka? Dua minggu silam, saat menjadi salahsatu narasumber dalam dialog dengan pemimpin-pemimpin mahasiswa di Malaysia, saya terharu ketika salahsatu penanya mengatakan, "Kami cemburu dengan Indonesia. Anda di sana dapat berbicara jauh lebih bebas daripada kami di Malaysia, di sini kami tak memiliki kebebasan dalam menyuarakan pendapat". Benar. Kelebihan Indonesia adalah demokrasi. Bersama Tukri, kita adalah Negara yang secara sejuk berhasil menjadi representasi Negara Muslim yang menerapkan demokrasi secara fair dan konstitusional. Lalu apakah kita akan mundur ke belakang dengan melakukan penutupan media-media tanpa memilahnya secara tepat? SalamSigit KamsenoTwitter: @mistersigit
Read in browser » By Rie on Apr 01, 2015 10:31 am PASBERITA.com - Anggota Komisi II DPR RI, Saduddin meminta KPU tidak membuat tafsir sendiri dalam menyusun Peraturan KPU (PKPU), sehingga tidak sejalan dengan UU No.08 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Hal ini disampaikannya dalam rapat konsultasi antara Komisi II DPR dengan KPU dan Bawaslu di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, (31/3). "KPU dan Bawaslu sebagai penyelengara Pilkada adalah pelaksana UU, maka peraturan yang dibuatnya pun harus sejalan dengan UU, tidak membuat tafsir baru, yang berbeda dengan aturan di atasnya," kata Saduddin, yang juga Kapoksi FPKS. Saduddin menungkapkan, terkait dengan petahana, UU membatasi politik dinasti untuk tingkatan dan wilayah yang sama, bukan pada tingkatan dan wilayah yang berbeda. "Sebagai contoh, Gubernur petahana di propinsi A, maka keluarganya tidak diperbolehkan mencalonkan di propinsi A juga, tetapi diperbolehkan mencalonkan di propinsi selain A. Dan keluarganya juga diperbolehkan mengajukan diri sebagai Bupati atau Walikota di wilayah propinsi A. Tetapi KPU menafsirkannya berbeda," papar legislator PKS ini. Hal lain yang lebih substansi, tambah Saduddin, mengenai norma aturan yang dijadikan landasan oleh KPU dan Bawaslu dalam membuat peraturan pelaksanaan Pilkada serentak tersebut. "Jangan sampai ada kesan bahwa yang harusnya dijabarkan lebih teknis dalam UU, tidak dilakukan oleh KPU dan Bawaslu. Sebaliknya hal-hal yang sudah jelas diatur dalam UU malah dibuat penafsirannya sehingga tidak sesuai substansinya dengan UU," bebernya. Terkait dengan 65 daerah yang belum menganggarkan dana Pilkada dalam APBD nya, Saduddin meminta semua pihak, baik DPR, Mendagri, Menkeu, KPU serta Bawaslu untuk serius membahas hal tersebut. Seperti diketahui, terdapat 269 daerah baik Propinsi, Kabupaten dan Kota yang akan melaksanakan Pilkada serentak pada tahun 2015, di mana 65 diantaranya belum menganggarkan dana Pilkada dalam APBD nya. (*)
Read in browser » By Rie on Apr 01, 2015 09:27 am PASBERITA.com - Redaksi Dakwatuna hari ini akan mendatangi Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) dan Komisi I DPR RI. Tujuan kedatangan ini sebagai bentuk protes keberatan terkait laporan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bahwa Dakwatuna masuk dalam situs yang mengajarkan radikalisme. "Kami ke Kemenkominfo untuk mengutarakan keberatan atas dimasukkannya Dakwatuna ke dalam daftar situs yang mengajarkan radikalisme. Kami belum pernah diajak bicara sebelumnya. Padahal Dakwatuna justru menentang radikalisme," kata Pemimpin Umum Dakwatuna, Samin Barkah dalam keterangan tertulisnya, seperti dilansir Detik, Rabu (1/4/2015). Dia menyebutkan tak hanya pemblokiran, tapi pihak BNPT juga diduga berusaha melakukan penutupan situs Dakwatuna. Upaya penutupan ini diketahui setelah pihakdomain service provider yang digunakan Dakwatuna memberikan peringatan agar dalam waktu 10 hari, domain Dakwatuna segera pindah di luar peregistrasi. Dalam peringatan itu disebutkan jika dalam waktu 10 hari tak mengikuti peringatan maka domain otomatis akan ditutup. "Ini lebih dari pemblokiran, tapi juga penutupan karena dari domain service provider ada tekanan untuk pindah dalam 10 hari atau domain akan disuspend/tutup oleh mereka," ujarnya. Selain ke Kemenkominfo, Samin menambahkan tim redaksi Dakwatuna juga akan melakukan audiensi dengan Komisi I DPR RI. Audiensi ini agar ada penyelesaian permasalahan ini sehingga bisa memanggil BNPT dan Kemenkominfo untuk diminta penjelasan. "Ke Komisi I terkait pengaduan dan minta DPR memanggil BNPT dan Kominfo terkait kasus ini," sebutnya. (*)
Read in browser » By Arif A on Apr 01, 2015 08:35 am PASBERITA.com - Fitur terbaru panggilan suara (voice calls) platform messengger WhatsApp saat ini sudah dapat dinikmati oleh pengguna handset Android. Untuk mengaktifkan fitur tersebut pengguna harus meng-update aplikasi WhatsApp-nya terlebih dahulu. Terdapat perubahan tampilan aplikasi WhatsApp. Selain Chats dan Contacts, kini terdapat opsi Calls. Ketika opsi Calls dibuka nampak gambar telepon dengan tanda tambah (+) dan tulisan "To start calling contacts who have WhatsApp, tap the "New call" icon at the top of your screen." (Untuk mulai menelpon kontak yang memiliki WhatsApp, tekan gambar "Panggilan baru" di atas). Saat gambar "New call" dibuka, muncul daftar kontak yang memiliki WhatsApp. Namun, para pengguna handset selain Android tidak terdaftar dalam kontak "New call" meskipun memiliki WhatsApp. Pengguna kemudian dapat memulai panggilan dengan menekan kontak yang diingkan. Setelah melakukan panggilan, kontak yang telah dihubungi akan terdaftar dalam opsi Calls. Demikian dikutip dari Antaranews. (*)
Read in browser » By Arif A on Apr 01, 2015 07:43 am PASBERITA.com - Setelah malang-melintang di bisnis media cetak selama hampir satu abad, tepatnya selama 96 tahun, sebuah tabloid yang berbasis di New York terpaksa dijual dengan harga yang super murah. Dikutip laman Tempo dari Reuters menyebutkan, tabloid New York Daily News akan dijual oleh perusahaan induknya, Cablevision Systems Corp. Perusahaan operator televisi kabel itu melepas New York Daily News seharga US$ 1 atau Rp 13 ribu! Penawaran spektakuler tersebut menyusul kabar yang muncul sebulan lalu. Saat itu, bos Cablevision, Mortimer Zuckerman, menyatakan akan menjual perusahaan pengelola koran miliknya. Setelah meminta bantuan perusahaan konsultan Lazard Ltd, Zuckerman terpaksa melepas perusahaan itu dengan harga yang murah lantaran pendapatan iklan dan angka penjualan koran tersebut anjlok selama beberapa tahun terakhir. Setelah dihitung-hitung, New York Daily News mencatat kerugian tahunan sebesar US$ 30 juta dan US$ 150 juta. Kerugian itu muncul akibat investasi pada media cetak dan menurunnya angka sirkulasi. "Turunnya angka sirkulasi menyebabkan perusahaan hanya bergantung pada penjualan eceran ketimbang langganan," ujar salah seorang sumber. Namun manajemen Cablevision dan New York Daily News menolak menanggapi kabar tersebut. New York Daily News adalah media perintis format tabloid di Amerika. Sejak awal, media ini mengutamakan display gambar sebagai "jualan" utama. Namun nasibnya ternyata tidak mulus. Sejak pertama kali berdiri, Daily News terus merugi. Pada 1982-1991 perusahaan ini terus berada di ambang kebangkrutan sebelum kemudian dibeli oleh Mortimer Zuckerman. Industri media masa berbasis cetak saat ini memang menurun. Tidak hanya Cablevision, beberapa perusahaan media di AS juga sedang berjuang untuk bertahan hidup seiring dengan anjloknya jumlah konsumen berlangganan. Kondisi itu terjadi akibat pergeseran minat konsumen, yang lebih memilih membaca media lewat Internet. Cablevision, yang juga memiliki koran Newsday, pada bulan lalu menyatakan jumlah konsumennya turun 4,7 persen menjadi 2,68 juta. Pada Desember 2012, majalah mingguan terkenal, Newsweek, juga menutup edisi cetaknya. Sebagai gantinya, Newsweek meluncurkan media versi Internet dengan nama Newsweek Global. (*)
Read in browser » By Dedi Mustofa on Mar 31, 2015 09:51 pm PASBERITA.com - Anggota Komisi lll DPR RI Almuzzammil Yusuf menyayangkan sikap Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) yang mengajukan pemblokiran terhadap beberapa website Islam tanpa klarifikasi dan ketelitian kepada Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo).
"Pemblokiran sembarangan terhadap website Islam sangat disayangkan. Jika itu dilakukan kita kembali ke rezim Orde Baru yang refresif dan otoriter," ujar politisi PKS asal Lampung ini dalam keterangan persnya, Selasa (31/3/2015).
Menurut Muzzammil, seharusnya pemerintah memberikan peringatan dan mengundang para pengelola website dan berdialog sebelum diblokir.
"Sampaikanlah surat teguran dan undangan dialog secara baik-baik dengan para pengelola website tersebut. Tidak serta merta merekomendasikan pemblokiran tanpa tolok ukur yang jelas. Tujuan dialog adalah untuk memberikan hak jawab dan klarifikasi. Jika mereka menolak dan tidak kooperatif saya kira wajar jika pemerintah ekspose sikap tersebut untuk jadi catatan publik," jelasnya.
Selain itu, kata Muzzammil, BNPT seharusnya berkoordinasi dengan Kemenkominfo dan Kemenag untuk menentukan apakah website tersebut bertentangan dengan ajaran Islam.
"Termasuk mengundang para ahli, tokoh agama, ormas Islam serta MUI untuk mengetahui apakah konten dalam website itu menyimpang atau tidak dalam ajaran Islam," imbuhnya.
Jangan sampai,terang Muzzammil, website yang menyampaikan ayat alquran dan sunah, mengecam kebiadaban Israel dan Barat dianggap radikal.
"Jika demikian, kedepan eksistensi website media informasi dan pendidikan Islam terancam rezim Pemerintahan Jokowi yang gunakan pasal karet untuk mengebiri umat Islam," tuturnya.
Dengan banyaknya aspirasi di media sosial, surat pengaduan, dan SMS ke DPR maka kami akan memanggil pihak Pemerintah.
"Teman-teman di Komisi l, lll, dan VIII rencananya akan memanggil Menkominfo, Menag, dan BNPT untuk menanyakan kebijakan ini," Ujarnya.(*)
Read in browser » By Dedi Mustofa on Mar 31, 2015 04:36 pm PASBERITA.com - Sambil mengusung spanduk bertuliskan "Kembalikan Subsidi" dan "Jokowi jangan seret Indonesia ke jurang libelarisme", puluhan mahasiswa yang berasal dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNS, HMI Sukoharjo dan HMI Solo, serta Satma Pemuda Pancasila yang tergabung dalam Front Mahasiswa Solo Raya meneriakkan yel-yel "BBM naik BBM naik, Jokowi turun, BBM naik BBM naik, Jokowi turun" di depan Balai Kota Solo, Selasa (31/3/2015). Para mahasiswa ini mendesak Jokowi turun dari jabatannya karena dinilai sudah tak layak lagi menjadi presiden. Sebab, sebagai seorang presiden, keputusan yang dikeluarkan Jokowi sudah tidak lagi berpihak kepada rakyat. Koordinator aksi, Woro, mengatakan, apa yang diputuskan Jokowi selama menjabat sebagai presiden sudah tak lagi mencerminkan keberpihakan kepada rakyat kecil. "Indonesia sudah dalam keadaan darurat di bawah kepemimpinan Jokowi. Kenaikan BBM jelas berpengaruh terhadap komoditas lainnya, karena BBM itu komoditas vital. Kebijakan Jokowi menaikkan BBM untuk kedua kalinya menimbulkan tanda tanya besar pengelolaan minyak di Indonesia. Kalau Jokowi tidak bisa menurunkan harga BBM, turun saja," ujar Woro Seto, di sela aksi unjuk rasa, seperti dilansir okezone. Menurutnya, bila mengacu pada peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun 2015, harga eceran BBM premium yang ditentukan berdasarkan indeks pasar hanya 58 dolar AS per barel. Di mana, 1 barelnya memiliki volume 159 liter. Sementara nilai 1 dolar AS adalah Rp13 ribu. Distribusi 2 persen pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor 10 persen. "Sehingga dengan mengacu pada permen tersebut, harga premium hanya Rp5.788. Sedangkan harga BBM yang diterapkan Pertamina saat ini Rp7.400 per liter," jabarnya. Melalui kondisi tersebut, sudah sangat jelas kalau kenaikan harga BBM tersebut dilakukan Jokowi untuk menyengsarakan rakyatnya sendiri. Atas keputusan tersebut, para mahasiswa menuntut agar Jokowi menurunkan kembali harga BBM yang sudah diputuskan. Termasuk, kembali menstabilkan harga-harga kebutuhan pokok. Namun bila Jokowi tak mampu melakukannya, mereka meminta agar Jokowi turun dari jabatan. Aksi ini mendapat pengawalan petugas kepolisian. Sebelum membubarkan aksi, para mahasiswa ini menggelar teatrikal yang menggambarkan penderitaan masyarakat kelas bawah akibat kenaikan harga BBM.(*)
Read in browser » By Dedi Mustofa on Mar 31, 2015 04:13 pm PASBERITA.com - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan bahwa pihaknya tidak tahu menahu perkara pemblokiran sejumlah situs yang berindikasi memuat paham radikal. "Terkait dg banyaknya mention ke saya ttg pemblokiran sejumlah situs dg hashtag #KembalikanMediaIslam , berikut ini #klarifikasi saya. Kemenag sama sekali tak tahu menahu perkara pemblokiran sejumlah situs yg dinilai berindikasi memuat paham radikal," ujar Lukman melalui akun Twitter @lukmansaifuddin, Senin (30/3/2015). Di tengah ketidaktahuan itu, lanjutnya, admin @Kemenag_RI mem-posting ajakan berhati-hati mengakses situs yang terindikasi memuat paham radikal. "Postingan @Kemenag_RI itu memuat 19 (sembilan belas) situs yang diblokir oleh Kemenkominfo atas permintaan BNPT. Sejak itu lalu banyak sekali mention ke akun twitter saya yang menanyakan dan memprotes postingan @Kemenag_RI tersebut," ungkapnya. Selepas itu, kata Lukman, dia segera menghubungi admin akun @Kemenag_RI untuk mengklarifikasinya dan meminta menghapus postingan itu. "Saya lalu menelepon Menkoinfo mencari tahu duduk perkaranya. Sayang tak tuntas karena beliau harus segera naik pesawat. Saya juga menelepon Kepala BNPT untuk dapatkan kronologisnya. Saya minta BNPT membuat penjelasan resmi terkait hal itu," katanya. Menurut politisi PPP ini, penjelasan resmi dari BNPT itu diperlukan agar masyarakat mengetahui definisi dan batasan "radikal" itu seperti apa. "Dengan penjelasan ini saya ingin tegaskan bahwa Kemenag tak terlibat sama sekali dalam proses pemblokiran situs-situs tersebut," katanya. Lukman juga meminta maaf kepada semua pihak yang merasa tidak nyaman dengan adanya postingan @Kemenag_RI tersebut. "Melalui penjelasan ini saya meminta maaf kepada semua pihak yg merasa tidak nyaman dg adanya postingan @Kemenag_RI tsb. Semoga penjelasan ini bisa dimengerti dan dipahami," pungkasnya.(*)
Read in browser » By Dedi Mustofa on Mar 31, 2015 03:50 pm PASBERITA.com - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengajak netizen untuk mendoakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar bisa mengendalikan situasi. "Dalam presidensialisme semuanya tetap kembali kepada Presiden...sebagai sumber kekuasaan eksekutif...Makanya kalau kita punya 1 doa yang Makbul...doakan Presiden kita agar bisa kendalikan situasi...," ujar Fahri melalui akun Twitter-nya @Fahrihamzah, Selasa (31/3/2015). Fahri mengatakan, imajinasi kita harus kembali ke zaman optimisme bahwa Presiden yang terpilih pasti bisa. "Ini saran saya kepada relawan socmed yang tentu harus berada di Garda depan...mari bantu JOKOWI -JK. Jangan yang kelihatan membela kami ini..nanti orang salah paham...dapat apa kamu?," lanjut Fahri. Menurut Fahri, kalau relawan dapat jabatan ya wajar. Tapi jangan habis dapat jabatan berhenti membela presiden. "Militansi sebelum dan sesudah mendapat jabatan harus sama," katanya. Menurut politisi PKS ini masalah kita sederhana. Masalahnya kapasitas kita lebih sederhana. "Berdosalah orang yang meremehkan besarnya masalah kita padahal dia gak punya kapasitas. Beruntunglah mereka yang menganggap masalah kita besar padahal kapasitasnya jauh lebih besar dari masalah," katanya. Media dan kaum intelektual yang menganggap masalah sederhana. Mari bantu tingkatkan kapasitas Pemerintah. "Mari #BersatuTunaiJanji," pungkasnya.(*)
Read in browser » By Dedi Mustofa on Mar 31, 2015 03:06 pm PASBERITA.com - Akibat dari wacana pemblokiran beberapa media Islam online, Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara dipetisi oleh Irfan Noviandana seorang warga DKI Jakarta yang merasa keberatan dengan pemblokiran tersebut. "Hari ini umat Islam di Indonesia kembali mendapatkan perlakuan tidak adil oleh pemangku kepentingan. Mulai dari BNPT (Badan Nasional Penanggulan Terorisme) dan Kementrian Komunikasi dan Informatika yang dipimpin oleh Menteri Rudiantara telah melakukan koordinasi untuk memblokir situs-situs dakwah Islam di Indonesia. Beberapa alasan yang muncul di masyarakat, situs dakwah tersebut disinyalir menyebarkan paham radikalisme," ungkap Irfan mengawali petisinya di laman change.org, Selasa (31/3/2015). Dia mengatakan, berdasarkan surat permintaan penutupan situs dari BNPT yang tersebar di jejaring sosial dengan nomor : 149/K.BNPT/3/2015 tentang situs/website radikal menyebutkan ada 19 (sembilan belas) situs yang masuk dalam daftar situs penyebaran paham radikal. Jika melihat informasi yang diberitakan pada situs resmi kominfo.go terdapat lebih banyak atau 22 (dua pulu dua) situs yang diblokir. Adapun ke-22 situs yang telah diblokir yakni: 1. arrahmah.com 2. voa-islam.com 3. ghur4ba.blogspot.com 4. panjimas.com 5. thoriquna.com 6. dakwatuna.com 7. kafilahmujahid.com 8. an-najah.net 9. muslimdaily.net 10. hidayatullah.com 11. salam-online.com 12. aqlislamiccenter.com 13. kiblat.net 14. dakwahmedia.com 15. muqawamah.com 16. lasdipo.com 17. gemaislam.com 18. eramuslim.com 19. daulahislam.com 20. shoutussalam.com 21. azzammedia.com dan 22. indonesiasupportislamicatate.blogspot.com Kemkominfo, lanjut Irfan juga telah meminta penyelenggara internet service provider (ISP) untuk memblokir ke-22 situs sesuai yang disampaikan pihak BNPT bahwa situs/website tersebut merupakan situs/website penggerak paham radikalisme dan/atau simpatisan radikalisme. "Jika melihat dari konten sebagian besar situs yang digolongkan kedalam situs penyebaran paham radikal diatas sangat jauh dari tuduhan BNPT. Sebagian besar situs-situs tersebut adalah situs dakwah Islam, apalagi jika situs-situs tersebut dianggap ikut menyebarkan propaganda ISIS," katanya. Menurut dia, mayoritas ulama dan ormas-ormas Islam di Indonesai telah bersepakat dengan fatwa-fatwa ulama di dunia bahwa paham ISIS termasuk paham Ghuluw/Radikal. Jika ada kelompok yang mendukung ISIS di Indonesia dapat dipastikan hanya sekelompok kecil. Artinya tuduhan BNPT kepada sebagian besar situs - situs diatas salah total, karena paham mereka sangat bertolak belakang dengan paham ISIS. "Dengan demikian kami masyarakat muslim di Indonesia pantas mencurigai pemerintah melalui BNPT menggunakan isu ISIS untuk membungkam dakwah Islam di dunia maya melalui kewenangan Kementrian Komunikasi dan Informatika," katanya. Menurut Irfan, pembredelan sejumlah situs Islam tersebut juga melanggar kebebasan pers, sebagaimana diatur Undang Undang Pers No 40 Tahun 1999 pasal 4. 1. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. 2. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. 3. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. 4. Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak. "Kami memberikan waktu kepada Menteri Komunikasi dan Informatika Bapak Rudiantara dalam 2 x 24 jam untuk segera memberikan respon dari tuntutan umat islam yang telah dirugikan haknya dari pemblokiran situs dakwah tersebut," tegasnya. Irfan juga mengajak kepada seluruh umat Islam di Indonesia untuk ikut andil memberikan dukungan kepada saudara - saudara kita yang telah dibungkam kegiatan dakwahnya melalui pemblokiran situs-situs dakwah Islam yang digolongkan kedalam 22 situs penyebar paham radikal dengan memberikan tanda tangan petisi dan menyebarkannya. "Jika Kemkominfo tidak memberikan respon dari waktu yang diberikan, mari bersama - sama melakukan aksi protes yang lebih efektif," pungkasnya.(*)
Read in browser » Recent Articles:
| | | | | |
Posting Komentar