| | By Dedi Mustofa on Jun 04, 2015 09:20 pm PASBERITA.com - Pengamat dari Indonesia Public Institute, Karyono Wibowo mengatakan tidak ada salahnya sebuah negara, dalam hal ini Indonesia berhutang ke Bank Dunia. Asalkan hutang tersebut didasarkan pada kebutuhan atau bisa disebut negara memang betul-betul membutuhkan, misalnya dalam rangka pembangunan.
Pernyataan itu diutarakan Karyono sekaligus menanggapi langkah Bank Dunia yang dalam waktu dekat ini akan mencairkan dana pinjaman ke Indonesia sebesar 2,5 miliar dolar AS (Rp 32,5 triliun).
"Hutang bagi suatu negara menjadi hal lazim di beberapa negara di dunia. Namun, ada beberapa prinsip teguh yang harus dipegang oleh pemerintah Indonesia sebelum menerima pinjaman," terang Karyono seperti dilansir rmol, Kamis (4/6/2015).
Salah satu prinsip teguh itu adalah, kedaulatan negara tidak boleh dijual hanya untuk sekedar mendapatkan pinjaman. Sebab, ditegaskan Karyono, kedaulatan negara tak bisa ditawar-tawar.
"Dengan kata lain utang tidak boleh merusak prinsip kedaulatan negara," sambung dia.
Ditambahkan Karyono, utang harus saling menguntungkan, bukan hanya untuk mendikte debitor negara seperti yang telah terjadi selama ini.(*)
Read in browser » By Dedi Mustofa on Jun 04, 2015 09:15 pm PASBERITA.com - Ketua Umum PB HMI-MPO, Puji Hartoyo meminta negara-negara ASEAN segera mencari solusi terkait pengungsi Rohingya. Fenomena Rohingya merupakan tragedi kemanusiaan yang sangat memprihatinkan.
Dia mengatakan, penolakan atas kehadiran imigran Rohingya oleh berbagai negara di Asia membuat nasib mereka semakin tidak menentu. Mereka sangat terpaksa keluar dari wilayahnya, berhari-hari terapung di tengah lautan sebab sudah tidak ada lagi jaminan keamanan. Penganiayaan dan pembunuhan terus menimpa umat Muslim minoritas di Myanmar.
"Peristiwa demi peristiwa kemanusiaan yang terjadi di Rohingnya menandakan kelembagaan ASEAN tidak efektif dalam berkoordinasi. Kalau seperti ini terus bubarkan saja ASEAN," kata Puji seperti dilansir rmol, Kamis (4/6/2015).
Lebih lanjut Sekjen Persatuan Pelajar dan Mahsiswa Islam Asia Tenggara (Pepiat) ini mengatakan, Indonesia sebagai Negara berpenduduk Islam terbesar di ASEAN bahkan dunia tidak boleh menutup mata. Indonesia harus mengambil langkah solutif terhadap peristiwa yang terjadi di bagian wilayah Myanmar tersebut.
"Kami berharap pemerintah Indonesia menerima imigran Rohingya sementara waktu seraya melakukan upaya rekonsiliasi perdamaian untuk Rohingya di Myanmar," katanya.(*)
Read in browser » By Dedi Mustofa on Jun 04, 2015 09:09 pm PASBERITA.com - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara memperkirakan akan ada operator seluler yang tumbang dalam beberapa waktu kedepan.
"Percayalah, nanti ada operator yang tumbang, hanya masalah waktu saja," kata Rudiantara usai berbicara dalam Simposium Nasional Cyber Security di Jakarta, Kamis seperti dilansir antaranews.
Namun Rudiantara tidak mau menyebut nama operator tersebut. "Coba analisis sendiri," katanya.
Ia mengatakan, industri telekomunikasi, memiliki tiga kriteria penting yakni padat modal, padat teknologi, dan regulasi.
Untuk sisi permodalan, menurut data yang dimiliknya, operator harus membelanjakan 5 miliar dolar AS per tahunnya. Bila tidak memiliki dana yang memadai maka akan sulit untuk beropersai.
Sementara sisi teknologi, menurut dia, operator harus cepat beradaptasi dengan perkembangan yang cepat. "Masalahnya teknologi ini cepat," katanya.
Selain itu sisi regulasi yang harus dipenuhi oleh operator. "Dari situ, dicek operator telekomunikasi mana saja yang punya itu semua. Yang utamanya, capital intensive-nya," katanya.
Menurut dia, daripada harus tumbang, sebaiknya operator memilih untuk konsolidasi. "Ini yang menjadi alasan saya mengapa selalu mendorong adanya konsolidasi," katanya.(*)
Read in browser » By Rie on Jun 04, 2015 03:38 pm PASBERITA.com - Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Ecky Awal Mucharam mengatakan, adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal merupakan kenyataan pahit yang disebabkan adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi. "Jika sektor riil terpuruk, maka sebagian besar masyarakat menjadi korban. Oleh karena itu pemerintah harus bertanggung jawab dengan cara menjaga daya beli tetap tinggi, mengembalikan gairah pelaku ekonomi, serta menciptakan lapangan kerja khususnya di sektor-sektor padat karya," kata Ecky, di Gedung DPR RI Senayan, Jakarta, Rabu (4/6). Ecky menuturkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dilansir bulan Februari 2015, pengangguran terbuka sudah bertambah sebesar 300 ribu orang menjadi 7,45 juta orang atau sebesar 5,81 persen dari total angkatan kerja. Sementara itu, lanjut Ecky, di semester sebelumnya, pengangguran masih berjumlah 7,15 juta orang atau sebesar 5,7 persen angkatan kerja. Menurut Ecky, ini merupakan rekor pengangguran tertinggi sejak Agustus 2012 di mana pengangguran tercatat sebesar 7,24 juta orang. "Hampir bisa dipastikan angka pengangguran saat ini sudah bertambah lagi, sebab makin banyak laporan yang masuk mengenai pemutusan hubungan kerja dari berbagai sektor antara lain industri tekstil, alas kaki, pertambangan, migas, semen, serta otomotif, termasuk kawasan industri seperi Batam atau sentra tekstil Majalaya," ujar Ecky. Ecky menjelaskan, bahwa pada dasarnya PHK besar-besaran ini terjadi akibat kedua sisi ekonomi baik sisi permintaan (demand side) maupun sisi penawaran (supply side) terpuruk. Di sisi permintaan selain faktor pelemahan ekonomi Tiongkok yang menghambat ekspor, yang paling memukul sebetulnya adalah pelemahan konsumsi akibat lonjakan inflasi setelah dilepasnya harga BBM ke pasar. Sementara di sisi penawaran, pelemahan terjadi akibat melempemnya belanja modal (investasi) pemerintah, serta para investor swasta yang kepercayaan dirinya tergerus akibat situasi politik yang gaduh serta penegakan hukum yang tak menentu. "Oleh karena itu yang bisa dan mesti pemerintah lakukan adalah memperkuat kedua sisi tersebut. Pertama, di sisi permintaan pemerintah mesti menjaga daya beli masyarakat. Segera realisasikan program-program cash transfer semacam BLT, KIS, KIP, dana desa, dll dengan cakupan yang maksimal. Hal ini dilakukan agar daya beli masyarakat bisa kembali naik setidaknya ke level sebelum subsidi BBM dicabut," tegas Ecky. Kedua, lanjut Ecky, sisi penawaran diperkuat selain dengan pemberian insentif-insentif fiskal, yang terpenting adalah meningkatkan kepercayaan diri dan gairah para pelaku ekonomi. Menurut Ecky, kuncinya adalah mewujudkan stabilitas politik dan hukum serta mengembalikan kredibilitas pemerintah. "Untuk jangka panjang, pemerintah harus memberantas hi cost economy baik dari sisi birokrasi maupun infrastruktur, agar pengusaha tidak lari ke negara lain. Sementara itu untuk jangka pendek, pemerintah harus menciptakan lapangan kerja lewat realisasi belanja modal atau investasi pemerintah. Proyek-proyek infrastruktur harus dikebut, sebab ini adalah sektor padat karya serta menghasilkan multiplier effect," tutup Ecky. (*)
Read in browser » Recent Articles:
| | | | | |
Posting Komentar