| | By eni rahman on Nov 26, 2015 09:57 am PasBerita.com - Masyarakat Kota Dumai, Provinsi Riau, mengeluhkan kondisi air bersih yang digunakan untuk keperluan mereka sehari-hari. Sehingga menjelang Pemilihan Kepala Daerah ini, masyarakat berharap para kandidat Calon Walikota tidak hanya mengumbar janji soal hajat hidup masyarakat yang satu ini. "Siapapun Walikotanya, saya berharap masalah air ini bisa diselesaikan," ungkap Ria, salah seorang warga Sukajadi. Kamis (26/11) di Dumai. Hal senada disampaikan Junaidi warga Jayamukti, ia berharap, masalah air di Dumai ini bisa di atasi. "Di Dumai, memang tidak semuanya bermasalah. Ada sebagian kecil wilayah yang bagus airnya. Di daerah Bukit Batrem, Bumi Ayu, dan beberapa daerah lain airnya bagus. Namun sisanya di wilayah Dumai ini air sangat tidak layak untuk digunakan bagi keperluan sehari-hari," ungkap warga Jayamukti ini kepada pasberita.com. Junaidi melanjutkan, masalah air ini sudah berlangsung sangat lama, namun belum ada solusi dari pemerintahan khususnya Pemerintah Kota Dumai. "Ya sudah lama masalah air ini. Sudah ganti walikota beberapa kali, masalah air ini masih saja tidak teratasi. Jadi kalau bisa ya jangan jadi kampanye saja, tapi juga jadi kenyataan. Jangan seperti janji yang sudah-sudah lah," pungkasnya. (*)
Read in browser » By Dedi Mustofa on Nov 26, 2015 05:57 am PASBERITA.com - Warga Dusun Rojing, Desa Blaban, Kecamatan Batumarmar, Kabupaten Pamekasan, Madura tidak pernah menyangka jika keberadaan gua yang ditemukan secara tidak sengaja saat penggalian sumur di desanya akan memberi angin perubahan terhadap roda perekonomian di sana. Kini gua yang diberi nama Gua Mas menjadi salah satu destinasi wisata yang banyak dikunjungi traveler dari berbagai daerah. Cerita bermula pada tanggal 2 Maret 2015, salah satu warga Desa Blaban yang diketahui bernama Sati (40) mempekerjakan orang untuk menggali sebuah sumur. Tapi setelah melakukan penggalian beberapa meter mereka menemukan lubang besar yang ternyata adalah sebuah gua. Penemuan ini cukup menggegerkan warga sekampung bahkan hingga mencuri perhatian dari pihak DPRD setempat. Gua yang ditemukan secara tidak sengaja itu memiliki formasi batuan yang indah dan berkilau seperti kristal. Suasana semakin heboh lantaran pada saat itu hampir di seluruh penjuru negeri sedang dilanda demam batu akik. Kandidat nama-nama guapun bermunculan mulai dari Gua Batu Akik hingga Gua Rojing yang merujuk pada daerah ditemukannya gua. Kini 8 bulan telah berlalu, gua telah dilengkapi dengan fasilitas pendukung baik tangga untuk turun dan juga penerangan. Komersialisasi terhadap gua inipun mulai dilakukan dan tidak butuh waktu lama untuk gua tersebut menyedot rasa penasaran wisatawan untuk berkunjung. Dalam tiket resmi, tertulis bahwa gua ini bernama Gua Mas tapi warga setempat memiliki nama lain yaitu Gua Batu Bintang. Lokasi gua ini berada di tengah perkampungan warga dengan jalan masuk tunggal berupa galian bekas sumur yang sempit. Setiap pengunjung yang ingin melihat ke dalam gua hanya diberi waktu selama 15 menit saja dan harus bergiliran dengan pengunjung lain. Informasi terakhir, tarif masuk ke dalam gua dipatok dengan harga Rp. 20 ribu per kepala. Kondisi di dalam gua dapat dilihat pada tayangan video berikut. https://youtu.be/QLpswLD9YWo Sumber: travelingyuk.com
Read in browser » By Rie on Nov 25, 2015 09:58 pm PASBERITA.com - Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ansory Siregar menegaskan untuk menolak sebagian pasal dari PP 78/2015 tentang Pengupahan. Pasalnya, beberapa pasal PP tersebut bertentangan dengan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
"Sejak awal Kelompok Komisi (Poksi) IX Fraksi PKS menolak pembahasan PP ini, termasuk saat Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) ini dibahas. Oleh karena substansi dan prosesnya tidak dijalani dengan baik oleh pemerintah," tegas Ansory di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/5).
Ansory menjelaskan beberapa pasal yang bertentangan tersebut sebagaimana terdapat pada Pasal 12, 15, 16, 27, dan 44. Selain itu, Legislator asal Dapil Sumatera Utara III ini juga menegaskan proses penyusunan PP ini juga cacat prosedur karena tidak memiliki naskah akademik dan tanpa dilakukan public hearing.
"Tidak ada keterlibatan buruh dan pengusaha dalam penyusunan PP ini. Sejak Februari 2015 sudah tidak ada lagi pertemuan tripartit yang serius membahas PP ini. Yang ada hanya beberapa pertemuan sosialisasi dari apa yang dirumuskan oleh pemerintah tanpa mengindahkan masukan-masukan dari elemen buruh," jelas Ansory.
Ansory pun menegaskan terdapat beberapa persoalan seputar upah yang masih krusial, seperti Kebutuhan Hidup Layak, Upah Minimum, Upah Sektoral, serta Struktur dan Skala Upah. Di Indonesia perhitungan upah minimum masih menggunakan perhitungan Kebutuhan Hidup Layak (KHL), sementara di banyak negara Asia sudah menggunakan metode Indeks Harga Konsumen (CPI).
"PP adalah wewenang Pemerintah, sehingga DPR tidak punya wewenang untuk mencabutnya. Karena sudah tercatat dalam Lembaran Negara, pencabutan PP ini hanya bisa dilakukan oleh Presiden sebagai pihak yang menandatangani PP atau Pengadilan yang sudah melakukan proses hukum terhadap PP ini," tambah politisi senayan sejak tahun 2009 ini.
Selain upah minimum, menurut Ansory, ketentuan Struktur dan Skala Upah di dalam PP pun bertentangan dengan UU. Di UU 13/2003 disebutkan pengusaha 'dapat' membuat struktur dan skala upah, tetapi dalam PP 78/2015 justru menjadi 'kewajiban'.
"Mengubah 'dapat' menjadi 'wajib' adalah sesuatu yang bertentangan. Jika ada pengusaha yang merasa dirugikan dan melakukan Judicial Review ke Mahkamah Agung (MA), potensi pasal PP ini dibatalkan MA sangat besar," ungkap politisi pengusul penghapusan sistem outsourcing di BUMN ini.
Terkait dengan Upah Sektoral, Ansory menegaskan aturan yang termuat dalam PP cenderung tidak adil. Oleh karena, simulasi perhitungan yang stabil berdasarkan Pasal 44 PP 78/2015 disesuaikan dengan variabel tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi per tahun.
"Misalnya, beberapa daerah yang sudah lebih tinggi dari DKI akan selalu lebih tinggi untuk lima tahun ke depan. Sementara gap antara DKI dengan daerah lain akan semakin jauh jika dilakukan simulasi penghitungan yang stabil berdasarkan rumus," papar Ansory.
Karena itu, Ansory mendesak pemerintah untuk mendengar aspirasi buruh yang turun ke jalan sampai Hari Jumat (27/11), karena bisa membuat gejolak yang cukup signifikan. "Pemerintah harus membuka mata hati dan pendengarannya dan pemerintah harus berpihak pada rakyat dalam hal ini para buruh," tegas Ansory.(*)
Read in browser » Recent Articles:
| | | | | |
Posting Komentar